Khazanah Budaya Tertuang di Sehelai Kain Putih

Kaum Perempuan Desa Sungai Rengas Belajar Batik Tulis




MEMBATIK – Aktivitas membatik dengan cara ditulis atau disebut batik tulis, baru-baru ini mulai dikembangkan oleh para ibu rumah tangga yang tergabung dalam Kelompok Sentra Batik Tulis Khas Kalbar, Desa Sungai Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Pelatihan membatik yang difasilitasi PLUT-KUMKM Kalbar ini merupakan pilot project, dan akan dikembangkan ke kelompok lainnya. IST
 
Gerakan tangan seorang perempuan dengan memegang canting (salah satu alat batik tulis), terlihat canggung tatkala ia goreskan di sehelai kain putih polos yang dipegangnya.
Sangat jelas kecanggungan itu lantaran tangannya sedikit gemetar, menunjukkan bahwa ia bukanlah seorang pembatik profesional.
Namun perlahan-lahan, malam (lilin untuk membatik) yang dicurahkannya menggunakan canting sembari ditiup agar lilin tidak terlalu panas, secara bertahap menampakkan sebuah motif indah yang telah digambar sebelumnya.
Dari bentuk motifnya yang menyerupai sulur atau akar-akaran, tidak salah lagi jika itu merupakan salah satu motif etnis Dayak. Di mana dalam etnis Dayak dikenal beberapa motif, di antaranya motif yang bernuansakan alam.
Aktifitas membatik, petang itu, merupakan kegiatan pelatihan yang difasilitasi oleh Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) Kalbar.
Pelatihan yang diadakan di salah satu rumah warga, di Jalan Usaha Bersama, Desa Sungai Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya itu, melibatkan 25 peserta yang mayoritas perempuan dan ada di antaranya laki-laki.
Ketua Kelompok Sentra Batik Tulis Khas Kalbar, Samiah, mengatakan pelatihan ini atas permintaan warga yang tergabung dalam kelompok batik untuk diajarkan membatik, terutama batik tulis.
Menurutnya aktifitas membatik dengan cara ditulis khususnya di Kalbar, saat ini relatif sedikit yang mau melakukan. Pasalnya, batik tulis merupakan satu di antara metode membatik dengan cara yang tergolong rumit.
“Selama ini, pakaian batik yang kita kenakan lebih banyak dari batik cap dan batik printing. Padahal awalnya batik itu dilakukan dengan cara ditulis. Karena perkembangan zaman, batik tulis perlahan ditinggalkan karena pengerjaannya cukup rumit. Maka dari itu, kami berusaha belajar, menghidupkan kembali salah satu kekayaan budaya masyarakat Indonesia,” terangnya.
Kelompok yang beranggotakan 20 orang ini, dibentuk pada 2014. Pada mulanya, Samiah tergerak mengajak perempuan yang ada di desa tempat ia tinggal lantaran kaum perempuan lebih banyak beraktifitas di rumah dan bertani di ladang.
“Ibu-ibu di sini aktifitasnya lebih banyak di rumah, karena mereka rata-rata sudah berumah tangga. Selain itu, kesehariannya cuma bertani. Itu pun selesai menanam dan perawatan, setelah itu tinggal menunggu masa panen. Makanya saya mengajak mereka untuk belajar membatik, utnuk mengisi waktu kosong mereka,” jelasnya.
Kendati telah beberapakali belajar membatik, Samiah mengaku belum berani mengembangkan batik ke dunia bisnis. Namun tidak menutup kemungkinan, jika para anggotanya sudah cukup mumpuni dalam membatik, akan dikembangnnya ke dunia usaha.
“Sementara ini anggota kami sudah ada yang bisa membatik walaupun tidak terlalu mahir. Ke depan kami berniat untuk menjadikan ini sebagai peluang bisnis. Yang pastinya jika tenaga membatik sudah siap,” tukasnya.
Hal senada disampaikan Subro, Konsultan Pendamping PLUT-KUMKM Kalbar. Menurutnya, keterampilan batik tulis di Kalbar tergolong minim.
“Sekalipun ada, mungkin hanya beberapa orang pengrajin saja,” ujarnya, Selasa (28/7).
Ditambahkan Subro, kendala dalam merealisasikan membatik dengan cara ditulis di antaranya peralatan membatik yang kurang memadai. Kendati demikian, ternyata di Kalbar sangat berpotensi dikembangkannya batik tulis dengan berbagai motif khas daerah.
“Melihat semangat ibu-ibu di beberapakali pelatihan, kami tergerak mendampingi mereka yang serius membatik. Walaupun harus mendatangkan peralatan membatik dari Pulau Jawa, kami rela membelinya untuk digunakan dalam pelatihan membatik,” jelasnya.
Bagi masyarakat yang mengembangkan batik tulis, lanjut Subro, PLUT-KUMKM akan selalu mendukung dengan cara dilakukan pembinaan. Pasalnya, batik tulis dalam praktiknya akan menumbuhkembangkan keterampilan yang kemudian menghasilkan sumberdaya manusia dalam menjaga kelestarian budaya Indonesia itu sendiri.
“Saat ini targetnya mengembangkan batik tulis. Selama ini membatik sudah dikerjakan dengan mesin, sedikit melibatkan orang. Dengan batik tulis, selain menjaga budaya Indonesia, sekaligus masyarakat dalam membatik dapat menuangkan ide-idenya dengan berbagai motif, khususnya motif khas Kalbar,” terangnya.
Subro menambahkan, setelah pilot project yang dilakukan PLUT-KUMKM Kalbar kepada Kelompok Sentra Batik Tulis Khas Kalbar ini berhasil, selanjutnya akan dikembangkan kepada kelompok-kelompok lainnya.
“Ketika pilot project kelompok binaan ini berhasil, akan kami kembangkan ke kelompok lainnya,” pungkas Subro. (umar faruq)

0 Response to "Khazanah Budaya Tertuang di Sehelai Kain Putih"

Post a Comment