Jaga Kesehatan, Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
DEKLARASI – Delapan ketua RT bersama lurah, camat, dan Wakil Walikota Pontianak, mendeklarasikan Kelurahan Pal Lima Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS), Kamis (3/12/2015). Hal itu dimaksudkan agar masyarakat berhenti buang air besar di sembarang tempat. UMAR FARUQ
Apa jadinya jika 500 orang membuang air besar di tepi parit atau sungai secara bersamaan? Sementara airnya dimanfaatkan sebagian orang untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK). Tentu akan muncul beragam jawaban. Mungkin ada yang merasa jijik atau bahkan jawaban-jawaban lucupun terlontar.
Sebagaimana ucapan Siroji Muslim Abko, Pengasuh Pondok Pesantren Al Murabi, saat acara Deklarasi Kelurahan Pal Lima Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS), yang disepakati delapan ketua RT, di Jalan Nipah Kuning Dalam, Kelurahan Pal V, Kecamatan Pontianak Barat, kemarin.
“Dulu, kalau saya mandi di parit, sering terantok (terantuk/tersandung) tinja yang mengapung macam lengan. Coba bayangkan, kalau santri saya 500 orang BAB (buang air besar) ke parit semua, bisa terantok terus,” ujarnya sembari tertawa di hadapan warga setempat dan beberapa pejabat Pemkot Pontianak, Kamis (3/12/2015).
Cerita itu mungkin saja berlebihan. Namun, fenomena masyarakat BABS di parit, sungai, maupun di kebun, itu nyata adanya. Bagi sebagian orang yang tinggal tidak jauh dari ketiga tempat itu, BAB di sembarang tempat merupakan cara yang efektif tanpa perlu repot untuk membuat jamban.
Namun pernahkah orang yang masih terbiasa BABS berpikir, kalau hal tersebut dapat berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan sekitar?
Mengutip perkataan Soeparman, satu di antara dosen tetap di Akademi kesehatan Lingkungan (AKL), Purwokerto, Jawa Tengah, pembuangan tinja yang tak tertangani dengan baik, dapat menimbulkan pencemaran pada permukaan tanah serta air tanah yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran.
Selain itu, dalam Islam juga diajarkan agar setiap orang tidak buang air besar atau kecil di tempat-tempat yang sudah ditentukan. Seperti di air yang diam, di bawah pohon yang berbuah, dan jangan pula di lubang.
“Sebagaimana diterangkan dalam Kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali. Agama juga sudah mengingatkan, buang air sembarangan akan berdampak pada lingkungan sekitar dan kesehatan,” sambung Siroji.
Di sisi lain, Lurah Pal V Rajiman mengungkapkan, kebiasaan BABS sebagian warganya itu sudah dilakukan sejak lama. “Alasannya sih, tidak memiliki jamban,” katanya.
Alasan tidak memiliki jamban, sambung Rajiman, lantaran warga tidak mampu membangunnya. Secara, masih ada warganya yang memiliki penghasilan di bawah upah minimum kota (UMPK).
“Penghasilan sehari-hari warga ada yang tidak menentu. Jangankan untuk membangun toilet, buat kebutuhan sehari-hari perlu kerja keras,” beber lurah bermata sendu ini.
Sebagai kepala di tingkat kelurahan, Rajiman tidak tinggal diam. Dia mengajak perangkat kelurahan, RT,RT, dan warganya, untuk swadaya membangun jamban umum.
“Selain berharap bantuan dari pemerintah, warga di sini swadaya dengan cara arisan. Uang yang terkumpul lalu dibuat untuk membangun toilet,” jelas dia.
Ibarat gayung bersambut, upaya sadaya warga untuk membangun jamban umum, selaras dengan program pemerintah pusat dan Pemkot Pontianak sendiri.
Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat melalui Ditjen Cipta Karya, telah menggulirkan Program 100 0 100. “Artinya seratus persen air minum, nol persen kawasan kumuh, dan seratus persen akses sanitasi yang layak,” kata Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Pontianak Sidiq Handanu Widoyono.
Melalui pemerintah dan bantuan dari berbagai donatur, hingga saat ini total pembangunan sekitar 76 jamban umum. Untuk di Kelurahan Pal V, pemerintah sedang membangun 14 jamban.
“Kalau persentase warga yang masih BABS di Pontianak, sekitar lima persen tersebar di daerah pinggiran dan kawasan kumuh,” sebut Handanu.
Handanu menjelaskan, saat ini Pemkot Pontianak dalam rangka mewujudkan kawasan sehat, juga memberikan perhatian khusus pada kawasan yang berada tidak jauh dari sungai dan parit.
Parit dan sungai yang tercemar tinja akibat buang air besar sembarangan, dapat membuat kualitas air menjadi berbahaya. Handanu mengatakan, di antara penyakit yang disebabkan tinja di antaranya diare, hepatitis, dan kecacingan.
“Maka dari itu, targetnya 2015-2019, semua penduduk Pontianak tidak membuang air besar sembarangan demi kualitas hidup sehat yang kita inginkan,” harapnya. (umar faruq)
0 Response to "Program Pembangunan Jamban Umum"
Post a Comment