Menjelang Perayaan Malam Takbiran

Meriam Karbit, Dari Sejarah Merajut Kebersamaan


PERMAINAN MERIAM KARBIT – Sejumlah anak di Kampung Luar, Kecamatan Pontianak Timur, ikut memeriahkan permainan meriam karbit dengan bermain meriam ukuran kecil. Permainan meriam karbit merupakan permainan tradisional masyarakat Kota Pontianak, yang dilakukan setiap tahunnya di bulan Ramadan, dan puncaknya di malam takbiran. UMAR FARUQ

Ada satu momen menarik di mana sepanjang tepian Sungai Kapuas berderet beberapa meriam, disusun menghadap ke arah seberang sungai yang siap untuk diledakkan. Inilah salah satu permainan tradisional khas masyarakat Kota Pontianak di saat bulan Ramadan, terutama menjelang datangnya hari lebaran.
Menjelang sore sembari menunggu beduk buka puasa, puluhan warga dari anak kecil hingga orangtua memadati tepian sungai, untuk menyaksikan permainan yang kabarnya tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kota yang dijuluki Kota Khatuslitiwa ini.
Satu di antara warga Kampung Luar, Kecamatan Pontianak Timur, Syarif Usman Alkadrie (30), yang diketahui masih memiliki hubungan kerabat dengan Sultan Kadriah Pontianak, mengatakan permainan  meriam karbit ini tidak terlepas dari sejarah berdirinya Masjid Jami’ dan Kerajaan Kadriah serta kisah pengusiran hantu kuntilanak.
Saat raja pertama Syarif Abdurrahman Alkadrie datang ke Pontianak bersama armadanya melalui laut, lanjut Syarif Usman Alkadrie, sultan memerintahkan pasukannya menyalakan meriam untuk menentukan lokasi pembanguna  masjid.
“Setelah memasuki muara, di pertigaan antara Sungai Kapuas dan Sungai Landak, raja memerintahkan pasukannya menyalakan meriam untuk menentukan lokasi masjid. Kemudian, dari lokasi masjid yang sudah ditemukan, meriam ditembakkan lagi untuk menentukan lokasi membangun kerajaan,” ujarnya, Selasa (14/7).
Dari kisah itu, kata Syarif Abdurrahman Alkadrie, kini oleh masyarakat yang berada di tepian Sungai Kapuas dijadikan suatu permainan tahunan. Namun dalam praktikknya, meriam yang digunakan bukanlah meriam sungguhan, melainkan meriam yang terbuat dari batang pohon.
“Tradisi menyalakan meriam ini juga dilakukan ketika menyambut tamu. Dulunya menggunakan meriam yang disebut Stambul. Tapi saat ini, warga menjadikannya sebagai permainan dengan menggunakan batang pohon berbentuk silinder, dan tengahnya dibuat bolong, ketika bulan Ramdan dan menjelang hari raya Idul Fitri,” terangnya.
Festival Meriam Karbit
Kemeriahan malam lebaran di Kota Pontianak menjadi salah satu yang terunik di dunia. Warga dan pengunjung dari luar kota rela berdesak-desakan datang ke tepian Sungai Kapuas yang hanya terdapat fasilitas jalan di atas sungai, yaitu jembatan kecil terbuat dari kepingan papan, demi bisa menyaksikan festival meriam karbit setahun sekali ini.
Syarif Abdurrahman Alkadrie menuturkan, di malam takbiran (malam sebelum Idul Fitri) tidak jarang orang datang lebih awal sebelum acara festival dimulai.
“Mereka yang datang untuk menyaksikan juga ada dari luar Pontianak. Bahkan turis mancanegara pun ada terlihat saat festival. Mereka ke sini datang untuk menyaksikan dentuman meriam, walaupun sekadar foto-foto,” sebutnya.
Syarif Abdurrahman Alkadrie mengungkapkan, dari festival yang mengundang daya tarik masyarakat dan wisatawan ini, membuat warga sekitar memanfaatkan momen meriam karbit dengan melakukan aktivitas perkonomian.
“Selain menjadi daya tarik wisata, ada hal positif lainnya yang didapat dari festival meriam karbit. Beberapa warga sekitar memanfaatkan momen ini dengan membuka lapak untuk berjualan di sepanjang rumah-rumah mereka,” tukasnya.
Dalam pelaksanaan festival meriam karbit, imbuhnya, kegiatan ini dilaksanakan oleh Forum Meriam Karbit dan Budaya Pontianak dan bekerjasama dengan pihak lain.
“Biasanya menggandeng pihak-pihak yang secara suka rela mendonasikan dananya untuk memeriahkan festival ini. Selain itu, Pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Pariwisata juga mensupport atas penyelenggaraannya,” ungkap Syarif Abdurrahman Alkadrie.
Jalin Kebersamaan
Di balik kemeriahan festival permainan meriam karbit, ada nilai-nilai positif yang dibangun oleh warga. Membangun kebersamaan guna merealisasikan meriam karbit dari proses awal hingga finishing, benar-benar menggambarkan budaya gotong-royong, sebagaimana budaya khas masyarakat Indonesia.
Dalam membuat meriam karbit, masyarakat biasanya bermusyawarah terlebih dulu. Di antaranya membicarakan persiapan untuk mewujudkan meriam hingga ke festival.
“Warga melakukan rapat untuk membicarakan persiapan pembuatan meriam hingga festival. Soal biaya pembuatan sampai menghias meriam, nanti di festival,” ujar Syarif Abdurrahman Alkadrie.
Rusli (20), satu di antara pemuda Kampung Luar, yang juga merupakan pemain meriam karbit, menambahkan dalam membuat meriam karbit, proses dari awal hingga akhir dilakukan secara bersama-sama.
“Mendatangkan batang pohon dari hulu, menaikkannya dari sungai hingga membuatnya menjadi meriam, dilakukan secara bersama-sama,” ucapnya.
Dilanjutkan Rusli, setiap warga yang terlibat diberikan tugas. Seperti menjalankan proposal dan lain sebagainya.
Warga sekitarpun, lanjut dia, ada yang melakukan swadaya dan swadana. “Jadi, sama warga menyumbangkan dana dan juga membantu merampungkan pengerjaan meriam karbit,” pungkasnya. (umar faruq)

0 Response to "Menjelang Perayaan Malam Takbiran"

Post a Comment