Dua Mantan TKI Meraih Gelar Sarjana di IAIN Pontianak




Demi Melanjutkan Pendidikan, Rela Mencari Pundi di Dua Negeri

WISUDA - Samiyah (kiri) dan Musrifah (kanan), berfoto bersama usai melaksanakan acara wisuda mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Selasa (15/12). Keduanya merupakan mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang sempat bekerja hingga enam tahun lamanya sebagai pekerja rumah tangga (PRT). IST

Impian Samiyah dan Musrifah yang sempat tertunda untuk melanjutkan pendidikan, lantaran sempat memutuskan terbang ke luar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), akhirnya tercapai juga. Kini, keduanya berhasil meraih gelar sarjana.

Kemiskinan yang melilit kondisi keluarga, seringkali membuat sebagian orang harus meninggalkan pendidikan yang dicita-citakannya. Namun, demi menggapai cita-cita itu, dengan semangat yang ada mereka rela meninggalkan tanah kelahiran, jauh dari sanak famili dan orang-orang tersayang, demi mengumpulkan pundi-pundi, mengadu nasib di negeri orang.
Adalah Samiyah, gadis berusia 25 tahun asal warga Jalan Usaha Bersama, Desa Sungai Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, akhirnya bisa tersenyum bangga setelah kuncir tali topi toga di atas kepalanya dipindahkan dari kiri ke kanan oleh sang rektor, menandai dirinya dianggap layak dan memenuhi syarat untuk menggenggam titel keilmuan yang menjadi pilihannya.
Sejak lulus dari sekolah menengah pertama, Samiyah sangat berkeinginan melanjutkan pendidikan. Tapi, lantaran ekonomi keluarganya yang di bawah taraf mampu, akhirnya ia mengurungkan niatnya bisa melanjutkan sekolah.
“Sebenarnya, dari dulu cita-cita melanjutkan sekolah itu ada. Cuma faktor ekonomi yang tdiak mendukung. Jadi, saya sempat bekerja menjadi TKI,” ucapnya seusai diwisuda, Selasa (15/12/2015).
Pada momentum yang berbahagia itu, Samiyah meraih gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I), di Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Dari sebagian hasil jerih payahnya bekerja, Samiyah mampu menamatkan kuliahnya.
Selain yang membuatnya terharu atas kerja keras dalam mencari rejeki di Arab Saudi selama tiga tahun dan di Brunei Darussalam dua tahun, ia juga bangga dengan raihan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,54 dalam waktu tiga tahun sembilan bulan.
“Ini yang membuat saya bangga. IPK yang saya peroleh cukup memuaskan. Tidak sia-sia apa yang selam ini saya lakukan,” ujar dara yang mulai menggeluti hobi membatik ini.
Hampir sama dengan kisah Samiyah, dalam menggapai kesarjanaannya. Musrifah mesti bekerja sebagai TKI di Arab Saudi dan berpindah ke Malaysia sekitar enam tahun lamanya.
Ibu lima anak, istri dari seorang guru honorer, Husin, di sebuah madrasah ibtidaiyah (MA) swasta di Kota Pontianak, yang hanya bergaji 900 ribu perbulan ini, awalnya putus sekolah lantaran faktor ekonomi. Bahkan, saat ini mereka masih hidup menumpang di rumah orangtua Musrifah.
Sempat malang melintang sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di dua negara, dari sana muncullah semangat dalam diri Musrifah, yakni semangat pantang menyerah terhadap nasib, dan tidak ada kata malu dalam mengubah kondisi kehidupan yang lebih baik. Nyatanya, sepulang  dari luar negeri dan beberapa waktu menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga lantaran memiliki tanggungjawab kepada suami dan anak, semangat untuk melanjutkan sekolah masih ada dalam benak Musrifah.
“Lalu saya melanjutkan pendidikan dasar (Dikdas) di tingkat wustha (setara dengan SMP). Kemudian melanjutkan tingkat atas. Lalu saat kuliah, saya ambil non reguler. Alhamdulillah, kurang lebih empat tahun selesai dengan IPK 3,40,” terang wanita berusia kepala tiga ini.
Semangat Musrifah untuk melanjutkan pendidikan hingga mendapat gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I), di Fakultas Tarbiyah IAIN Pontianak, sejatinya tidak terlepas dukungan dari sang suami, Husin.
“Suami saya yang juga banyak berperan agar saya tetap melanjutkan sekolah dan kuliah,” katanya.
Suatu ketika, Husin sempat bertanya kepada sang istri. Apakah masih memiliki niat untuk melanjutkan kuliah. “Sempat saya tanya ke istri soal kuliah. Kata istri, masih,” ingat Husin.
Dengan jawaban istrinya itu, Husin merasa bangga lantaran istrinya masih semangat untuk melanjutkan pendidikan. Meski hanya bergaji 900 ribu, dan memiliki lima anak, sebagai suami Husin tidak berputus asa untuk konsisten berusaha.
Baginya, faktor utama dalam menyelesaikan semua permasalahan adalah keyakinan harus berbanding lurus dengan upaya yang dilakukan. “ Saya rasa, kalau faktor ekonomi, yang penting kita puya keinginan, insyaallah semuanya bisa dilalui,” tutur lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pamekasan, Jawa Timur ini. (umar faruq)

0 Response to "Dua Mantan TKI Meraih Gelar Sarjana di IAIN Pontianak"

Post a Comment