Festival Praktik Cerdas Wahana Visi Indonesia

Mengubah Paradigma, Ciptakan Manusia Kalbar Berkualitas


ANAK BERMAIN – Anak PAUD Holistik Integratif Desa Pawis Hilir, Kecamatan Jelimpo, sedang asyik bermain. Pemerintah desa bersama masyarakat dan instnasi terkait mencoba menciptakan desa layak anak, di mana anak diberikan hak-hak dasarnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. WVI

Minimnya sarjana serta anak yang mau melanjutkan sekolah membuat Desa Sungai Kumpai, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas, tergolong pada desa tertinggal.

Kondisi tersebut terjadi delapan tahun lalu, di mana masyarakat Desa Sungai Kumpai yang bermata pencaharian bertani dan sebagian lagi lebih memilih menjadi tenaga kerja luar negeri di Malaysia.

Hal itu terjadi lantaran faktor ekonomi yang memaksa mereka, sehingga pendidikan bukanlah sesuatu yang diprioritaskan oleh para orangtua.

Melihat fenomena itu, beberapa pemuda yang sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi merasa terpanggil guna mengubah paradigma masyarakat yang pada awalnya tidak memntingkan pendidikan pada anak mereka.

Adalah Jepriadi dan beberapa temannya, alumni Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, sebagai inisiator mengubah pola piker masyarakat Desa Sungai Kumpai, tempat ia dilahirkan.

“Terakhir pada 2006, masyarakat di desa saya, Sungai Kumpai, aktifitasnya bertani dan pemudanya lebih banyak yang bekerja di Malaysia. Para orangtua di sana tidak terlalu mementingkan pendidikan. Anak yang pada usia yang semestinya bersekolah, tapi ini tidak bersekolah karena tidak ada dukungan dari orangtua mereka. Oleh karena itu saya turut terpanggil mengubah pola piker masyarakat,” ujarnya, Rabu (5/8).

Pada 2007, Jepriadi dan beberapa temannya membentuk komunitas pemuda yang disebut Karang Taruna Tunas Harapan Bersama Desa Sungai Kumpai.

Melalui kelompok pemuda inilah ia menginisiasi masyarakat agar memprioritaskan pendidikan bagi anak-anak mereka. Dengan melibatkan pemuda, tokoh masyarakat dan pemerintah desa, Jepriadi ingin membangun desanya melalui pendidikan.

“Dengan pendidikanlah kita bisa membangun desa yang lebih maju,” ucap pria yang juga aktif di jurnalis warga ini.

Dengan kerja keras dan dukungan berbagai pihak, strategi yang dilakukan Jepriadi adalah dengan memotivasi para orangtua untuk menyekolahkan anak. Ia berharap, anak dan remaja tidak putus sekolah dan tidak memilih bekerja ke luar negeri lantaran kesulitan ekonomi.

Ia bercerita untuk memotivasi, terlebih dahulu ia membuktikan kepada masyarakat jika orang desa mampu meraih pendidikan hingga menjadi sarjana. Selain itu, ujarnya, dengan tidak menjadi pekerja di luar negeri, kebutuhan ekonomi bisa tertutupi jika mampu memberdayakan sumber daya alam yang ada.

“Masyarakat desa itu belum begitu percaya jika tidak ada bukti. Maka saya buktikan jika orangtua saya mampu mengkuliahkan saya hingga selesai sarjana. Untuk perekonomian, saya mengajak pemuda dan warga untuk lebih memanfaatkan sumber daya yang ada. Saat ini kami karang taruna memiliki usaha produktif pertanian dan peternakan,” terangnya.

Desa sungai Kumpai kini sudah jauh berbeda. Atas upaya karang taruna dan pihak lainnya, saat ini Sungai Kumpai sudah memiliki 40 sarjana dan 39 yang sedang berkuliah.

“Alhamdulillah atas pengertian masyarakat bahwa pendidikan sangatlah pentin, sehingga Sungai Kumpai sudah banyak yang sarjana,” tutusnya.

Dengan kerja keras dan keikhlasan membangun desa, Karang Taruna Tunas Harapan Bersama Desa Sungai Kumpai, dianugerahi penghargaan sebagai kelompok pemuda dengan Praktik Cerdas Terfavorit se-Kalbar, pada acara Festival Praktik Cerdas yang diselenggarakan Wahana Visi Indonesia, 3-5 Agustus lalu, di Hotel Kapuas Palace Pontianak.

Cerita praktik cerdas lainnya datang dari Kota Singkawang. Nelly, satu di antara anggota forum masyarakat peduli kesehatan atau biasa dikenal Multi Stakeholder Forum (MSF), mengatakan pendampingan pada warga terutama di bidang kesehatan telah dilakukannya bersama anggota lainnya sejak lima tahun lalu.

“Praktik cerdas MSF Singkawang yaitu mendampingi masyarakat agar menerapakan hidup sehat sehari-harinya,” ujar Nelly pada kegiatan yang sama, Festival Praktik cerdas.

Suatu waktu, lanjut Nelly, ada pengidap penyakit TBC yang sudah pasrah dengan penyakitnya lantaran tidak mampu berobat. Namun, di sinilah peran MSF. Memberikan motivasi dan dorongan agar masyarakat tidak putus asa ketika keterbatasan ekonomi menajdi penghalang untuk seseorang bisa menikmati kesehatan.

“Seorang pasien berusia 42 tahun sempat putus asa karena sudah satu tahun mengidap penyakit yang tidak diketahuinya. Mengetahui hal tersebut, anggota MSF berinisiatif membawa pasien itu ke puskesmas terdekat untuk diperiksa, dan ternyata positif TBC. Sekian lama diobati dan kemudian berangsur baik,” ceritanya.

Saat ini, lanjut Nelly, MSF di Kota Singkawang sudah memiliki anggota forum di setiap kecamatan yang akan menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah, terutama pada permasalah kesehatan.

“Tugas kami sebagai MSF di antaranya menjembatani pemerintah dengan masyarakat. Jika masyarakat mengeluhkan pelayanan kesehatan yang ada, dan tidak tahu caranya untuk mengadu, MSF bisa memfasilitasi itu,” terangnya.

Nelly menyampaikan bahwa dirinya sangat bersyukur sudah bisa mengubah tangisan masyarakat lantaran mereka yang tidak mampu berobat bahkan putus asa untuk kesembuhan, menjadi sebuah senyuman.

Jika Karang Taruna Tunas Harapan Bersama Desa Sungai Kumpai, menggerakkan masyarakat agar peduli pendidikan, dan MSF Singkawang telah mengubah tangisan pengidap penyakit menjadi senyuman, lain lagi cerita praktik cerdas dari Desa Pawis Hilir, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak.

Sebelum memproklamirkan sebagai desa layak anak, Pemerintah Desa Pawis Hilir dan masyarakat bekerjasama merintis lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) guna memberikan hak dasar pendidikan pada anak.

“Sebelumnya desa tidak memiliki lembaga pendidikan. Namun dengan inisiatif bersama, maka kami buat PAUD Holistik Integratif untuk anak-anak di desa kami,” ujar Kepala Desa Pawis Hilir, Laung.

Dijelaskannya, PAUD Holistik Intergratif itu merupakan pelayanan terpadu yang tidak hanya menyediakan layanan pendidikan.

“Ada pengembangan PAUD, Posyandu dan Bina Keluarga Balita (BKD). Yang terlibat di PAUD Holistik Integratif ini ada dinas kesehatan, dinas pendidikan dan BP3AKB,” sebutnya.

Mengambil langkah besar dengan membuat kesepakatan desa ramah atau layak anak , sambung Loing, akan dikembangkan menjadi Peraturan Desa (Perdes) Pawis Hilir.

“Kami sudah buat Perdes mengenai perlindungan anak yang disusun bersama masyarakat. Tinggal diuji,”terangnya.

Ia menjelaskan, desa layak anak ini mengatur lima hal dalam kesepakatan. Tidak hanya anak diwajibkan mengikuti PAUD, tetapi wajib belajar 12 mesti dilakukan setelah PAUD tersebut.

 “Kadang masyarakat di desa itu, anak banyak yang tidak sekolah dan putus sekolah. Maka kesepakatan ini anak diwajibkan PAUD dan wajib belajar 12 tahun. Jangan sampai generasi bangsa kita tidak punya semangat belajar,” tuturnya.

Selain itu, kata Laung, setiap balita mesti mendapatkan layanan kesehatan di Posyandu desa. Pemerintah desa juga memfasilitasi tempat bermain bagi anak di balai desa.

“Walaupun desa kondisinya sangat jauh berbeda dengan kota, kami ingin menciptakan suasana desa yang nyaman bagi anak. Di balai desa sekarang sudah ada tempat bermain. Selain bermain, anak-anak dapat berkreasi di sini,” pungkasnya. (umar faruq)

1 Response to "Festival Praktik Cerdas Wahana Visi Indonesia"