Kearifan Lokal Petani di Desa Sungai Bakau Besar Laut

Manfaatkan Kaleng Sebagai Perangkap, Hasil Panen Bertambah


AMAN SERANGAN HAMA - Ketua Kelompok Ingin Maju Mustaan toyo bersama Nurmayasari Yusdin (PSP3), saat memperlihatkan sawahnya. Kelompok tani di Desa Sungai Bakau Besar Laut ini, tidak khawatir lagi dengan serangan hama tikus lantaran sudah menemukan cara menanggulanginya. Kaleng sebagai perangkap cukup efektif guna menambah hasil panen padi. UMAR FARUQ

Tikus merupakan hewan yang cukup mengganggu bagi para petani padi. Tidak jarang usaha petani dalam menanam benih padi hingga pemeliharaannya mesti gagal lantaran serangan tikus. Jika itu terjadi, bisa dipastikan petani selama satu musim akan merugi.

Memiliki daya adaptasi dan kemampuan berkembang biak yang cukup tinggi, merupakan alasan mengapa petani harus terus berinovasi dalam membasmi hewan pengerat ini.

Beberapa petani ada yang masih menggunakan pestisida sintetis sebagai alat pengusir tikus. Cara ini di rasa cukup efektif dan mudah bagi sebagian kalangan petani, namun selain ampuh mengusir tikus cara ini berdampak lain bagi tumbuhan bahkan si penggunanya sendiri.

Dampak negatif penggunaan pestisida sintetis atau racun dengan bahan kimia ini yakni meningkatnya kekebalan tikus terhadap pestisida, dan sudah tentu berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu, pestisida yang dibeli dapat membuat biaya produksi semakin besar mengingat harga pestisida saat ini cukup mahal.

Maka dari, sebagian petani terus mencari cara dalam menanggulangi hama guna meningkatkan hasil produksi bertani mereka.

Kelompok Tani Ingin Maju di Desa Sungai Bakau Besar Laut, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, beberapa tahun yang lalu telah menemukan cara dalam mengatasi hama tikus, yaitu menggunakan kaleng bekas sebagai perangkap.

“Cara tersebut kami ketahui dari Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (PSP3) yang ditugaskan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, tahun 2013 lalu, bersama petugas penyuluh pertanian Kabupaten Mempawah,” ujar ketua kelompok tani, Mustaan Toyo (40), Minggu (19/7/2015).

Mustaan menjelaskan, membuat perangkap tikus menggunakan kaleng cukup mudah dan efektif. Dengan cara meletakkan kaleng di beberapa titik di area persawahan dan bisa diberi umpan, tikus-tikus akan terperangkap.

“Caranya, gali tanah sesuai dengan tinggi dan bentuk kaleng. Setelah itu, kaleng diletakkan ke dalam lubang hingga posisi kaleng sama rata dengan permukaan tanah. Pilih kaleng ukuran sedang jangan terlalu kecil. Letakkan umpan agar tikus masuk ke dalam kaleng. Kalau sudah masuk, tikus tidak bisa keluar dan mengeluarkan bunyi. Kemudian tikus-tikus lain akan berdatangan dan masuk kedalamnya,” terang Mustaan.

Sebelum menerapkan perangkap tersebut, ujar Mustaan, ia dan anggota kelompok tani sangat diresahkan oleh hama tikus, dan hama-hama lainnya. Benih padi yang mereka tanam dan baru tumbuh mati lantaran dimakan tikus yang menyukai batang padi yang masih muda.

“Saya dan anggota kelompok awalnya diresahkan oleh hama tikus yang suka memakan batang padi. Setiap kali masa panen, hasil yng kami dapat Cuma sedikit,” ucap pria yang menggunakan tongkat lantaran sempat mengalami kecelakaan ini.

Dilanjutkannya, dari beberapa hektar sawah, awalnya hanya bisa panen tiga ton padi. Namun setelah dipasang perangkap, hasil panen meningkat hingga empat sampai lima ton.

Mustaan merasa bersyukur atas dampingan yang dilakukan oleh PSP3 dan penyuluh pertanian terhadap kelompoknya.

“Alhamdulillah, kami sudah tidak resah lagi dengan hama tikus karesna sudah bisa ditanggulangi. Kami sangat berterima kasih kepada PSP3 dan tenaga penyuluh,” ungkapnya.

Nurmayasari Yusdin (27), satu di antara peserta PSP3 yang ditempatkan di Desa Bakau Laut ini, mengaku tertarik mendampingi para petani dalam menanggulangi hama yang menyerang padi.

Menurutnya, di antara beberapa komunitas petani yang berada di sana (Desa Sungai Bakau Besar Laut), Kelompok Tani Ingin Maju adalah kelompok yang aktif dan punya semangat dalam mengembangkan  pertaniannya.

“Kelompok tani ini aktif dan semangat dalam mengembangkan pertanian padi. Apalagi kendala yang mereka hadapi. Mereka mau belajar kepada siapapun, yang penting bermanfaat bagi pertanian mereka. Saat ini mereka juga memanfaat hama keong sebagai pupuk yang disebut mol,” ujar sarjana pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara ini.

Dikatakannya, perangkap hama tikus yang diterapkannya pada kelompok tani merupakan ilmu yang didapat saat masih berkuliah.

Saat itu, sambungnya, dosen menjelaskan jika tikus suka menempati lubang-lubang tanah yang dibuatnya. Atas dasar itulah, perangkap yang dibuat berbentuk lubang. Cara ini merupakan salah satu penemuan yang berdasarkan kearifan lokal.

“Tikus beraktifitas pada malam hari sedangkan di siang hari tikus bersembunyi di lubang sebagai sarangnya seperti di tanggul-tanggul irigasi, pematang sawah dan jalanan sawah. Dengan perangkap menggunakan kaleng, mungkin tikus menganggap itu adalah sarangnya. Dan dengan diberi umpan, tentu tikus lebih mudah untuk masuk ke dalam kaleng,” jelasnya.

Di akhir tugasnya sebagai PSP3, Nurmayasari berharap pertanian yang ada terutama di Kabupaten Mempawah terus disupport oleh berbagai pihak, terutama pemerintah. Pasalnya, masyarakat Indonesia saat ini sudah tidak banyak yang menggeluti dunia pertanian lantaran lahan-lahan semakin sedikit, dan ada anggapan petani merupakan pekerjaan yang tidak terlalu prospek.

“Ada anggapan bertani itu tidak prospek, padahal itu salah. Bertani juga dianggap pekerjaan yang berat. Tapi, jika mau berkreasi dan berinovasi, bisa jadi nantinya bertani menjadi pekerjaan yang sangat mudah dilakukan dan tidak terlalu berat dikerjakan,” pungkasnya. (umar faruq)

0 Response to "Kearifan Lokal Petani di Desa Sungai Bakau Besar Laut"

Post a Comment